PERISTIWA
Vaksin palsu yang sedang hangat saat ini amat menyita perhatian kita. Sebagian
besar memuatnya sebagai topik utama. Harian Kompas (28/6/16) malah memuatnya
sebagai Headline. Namun dibalik maraknya pemberitaan kasus vaksin palsu ini,
ada pemberitaan yang patut kita sesalkan. Beberapa media daring mengangkat
kasus ini dan mengaitkannya dengan isu agama (Islam). Penulis mengambil
beberapa sample berita dari media daring (online), yaitu dari Liputan6.com dan
Merdeka.com. Keduanya mengangkat persoalan perilaku agama tersangka dengan
kasus vaksin palsu ini.
Pertama,
Liputan6.com mengangkat berita pada tanggal 25 Juni 2016, yang berjudul “Vaksin
Palsu yang Bikin Ngilu”. Berita yang ditulis oleh Fernando Purba tersebut
memuat subjudul berita : “Sosok Religius.” Isi berita mengangkat soal tersangka
yang rajin ibadah. Padahal berita mengenai sosok relijius ini hanya memuat dua
kalimat kutipan langsung dari seorang saksi bernama Eko.
Kita
tentu paham, bersamaan dengan berita ini, di media sosial foto tersangka dan
istrinya yang berjilbab menyebar begitu luas. Seakan demi menguatkan simbol
jilbab, berita relijius ini diangkat. Pemberitaan relijius pun sebenarnya tak
relevan dengan peristiwa ini.
Media
kedua yang dicermati adalah Merdeka.com. Hari Ahad 26 Juni 2016, Merdeka.com
memuat berita yang berjudul “Pasutri Pembuat Vaksin Palsu Dikenal Rajin Salat.”
Berita ini memuat kesaksian seseorang bernama Eko (yang tampaknya saksi yang
sama yang dengan yang dimuat Liputan6.com). Eko menyebutkan pelaku adalah orang
yang dikenal rajin beribadah. Eko menyebutkan sering bertemu keduanya saat
hendak ke Masjid.
Menariknya
bukan sekali ini Merdeka.com memuat berita yang mengaitkan perilaku agama
dengan kasus kriminal. Kasus pembunuhan pelacur bernama Deudeuh 2015 silam Merdeka
memuat berita pelaku pembunuhan yang rajin shalat (“Keluarga Sebut Pembunuh
Deudeuh Rajin Salat dan Berprestasi”). Berita lainnya, tahun 2013, Merdeka.com
memuat kasus korupsi simulator SIM. Tersangka, Irjen Djoko Susilo saat masih
kecil dikenal rajin salat dan mengaji.
Media
massa dalam memuat berita tak lepas dari peran pembentuk wacana. Pengaruhnya
mampu untuk mendefinisikan nilai tertentu sehingga diterima an diyakini
kebenarannya dalam masyarakat.
Media
juga dapat memberi legitimasi untuk gagasan tertentu dan medeligitmasi gagasan
yang dianggapnya menyimpang. Berita yang diproduksi media massa juga bukan
berasal dari ruang hampa tapi dari ideologi tertentu. (Eriyanto: 2012)
Pemberitaan
mengenai Vaksin palsu yang mengaitkan tersangka dengan perilaku agama
(relijius, rajin shalat dan beribadah) adalah bentuk framing yang menyudutkan
agama Islam. Framing pada pemberitaan semacam ini dapat menggiring pada
kesimpulan tertentu.
Ada
dua macam framing, yaitu episodic frames dan thematic frames. Episodic frames
menyampaikan cerita sebagai kejadian tunggal tanpa mengaitkan dg perspektif
yang lebih luas. Sedangkan thematic frames menyampaikan cerita dengan konteks
yang lebih luas. (Wolsfeld: 2011) Contohnya, ketika terjadi kasus KDRT, media
melakukan framing masalah tersebut lebih luas. Maka media bisa membawanya ke
framing isu kemiskinan. Media juga bisa membawa isu tersebut untuk advokasi
kepada pemerintah, misalnya dengan penguatan RUU terkait Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) atau hukuman terhadap pelaku (tergantung apa idealisme yang
diperjuangkan media).
Terkait
kasus vaksin palsu, media terlihat membawa framing ini ke dalam thematic
frames, bahwa sosok jahat tersebut adalah muslim yang taat. Bisa jadi hal
tersebut hendak membuat kontradiksi dalam masyarakat bahwa muslim yang taat
ternyata berperilaku jahat. Atau lebih baik non muslim baik dan bersih daripada
muslim tapi jahat, padahal muslim taat tidak akan melakukan kejahatan. Selalu
ada oknum diantara para pemeluk beragama dan jangan jadikan perbuatan oleh
oknum ini sebagai representasi dari hasil ketaatan beragama.
Efek
framing media ini tidak terasa sudah masuk dlm pemikiran masyarakat.
Pemberitaan massif tentang vaksin ini memancing emosi masyarakat dan mungkin
dapat membuat orang tidak lagi berpikir kritis terhadap pemberitaan terutama
yang mengaitkan perilaku beragama (rajin salat, taat dan relijius) dengan
tersangka. Pemberitaan yang menyudutkan agama Islam semacam ini amat kita
sesalkan, terlebih saat ini adalah bulan suci Ramadhan. Oleh karena itu,
penting bagi umat Islam saat ini untuk membaca pemberitaan media massa secara
kritis.*
Pengajar
di Universitas Muhmammadiyah Yogyakarta, alumni Communication Studies di
University of Twente, Netherlands
Sumber
: http://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2016/07/01/97338/vaksin-palsu-dan-relijius-membingkai-berita-memojokkan-agama.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar